Postingan
kali ini kembali saya tulis dalam rangka memenuhi tugas KMO 06 yang keempat.
Tugas kali ini adalah tentang menuliskan tiga halaman pertama dari draft
tulisan saya. Sejujurnya saya agak kesulitan menulis karya non fiksi. Di bangku
kuliah saya sudah terlalu banyak menulis paper. Saya mahasiswa FKM (Fakultas
Kebanyakan Makalah), makanya menulis karya non fiksi itu bagi saya tak ubahnya
seperti mengerjakan tugas kuliah dan membuat bosan. Saya ingin lebih banyak
mempelajari tentang dunia sastra. Tapi apalah daya karena sekarang materinya
masih nonfiksi saya ikuti saja, semoga nanti saya bisa mendapat materi untuk
fiksi juga.
Sekarang
saya akan mencoba mengembangkan tiga halaman pertama dari buku saya yang
bertema “Autisme”. Sebenarnya ini adalah tema yang ingin saya gunakan untuk
skripsi saya, Semester depan saya sudah masuk peminatan dan awal tahun 2018
Insya Allah saya akan lulus. Peminatan ini membuat saya galau setengah mati
karena saya berada di antara dua pilihan PKIP atau Biostatistika. Sampai detik
ini pun saya belum berani memutuskan padahal waktunya sudah sangat mepet, akhir
bulan nanti saya sudah harus memilih peminatan mana yang saya inginkan.
Saya
sangat tertarik mengambil tema ini sebagai judul karena saya memiliki satu
anggota keluarga yang mengidap penyakit ini yaitu keponakan saya, usianya
hampir lima tahun sekarang. Dia mengikuti terapi di salah satu tempat terapi di
kota Malang dan mengalami banyak perkembangan pesat yang membuat kami sekeluarga
sangat bangga.
Saya
berniat mempelajari hal ini lebih mendalam tentang autisme. Kepala sekolah di
tempat terapi tersebut telah berbaik hati memberikan kesempatan magang pada
libur semester nanti. Beliau bahkan bersedia membantu memilihkan judul yang
tepat untuk skipsi saya nanti. Saya berharap apa yang saya tulis nantinya dapat
bermanfaat bagi para ibu yang memiliki anak autis seperti keponakan saya. Baiklah
sudah cukup curcolnya. Inilah dia, tugas saya.....
BAB I
Apa itu Autisme?
Autisme
adalah gangguan perkembangan saraf yang kompleks dan ditandai dengan kesulitan
dalam interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku terbatas, berulang-ulang dan
karakter stereotip.
Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik, diperkirakan ada sekitar 2,4 juta orang penyandang
autisme di Indonesia pada tahun 2010. Jumlah penduduk Indonesia pada saat itu
mencapai 237,5 juta jiwa, berarti ada sekitar satu orang penyandang autisme
pada setiap 100 bayi yang lahir. Angka yang cukup mencengangkan bukan?
Penyebab autisme sampai
saat ini masih menjadi misteri. Beberapa ilmuwan berpendapat autisme terjadi
faktor utama adalah genetik yang juga dipengaruhi oleh lingkungan. Vaksin campak,
gondong,
dan rubela (MMR) pernah dicurigai sebagai penyebab autisme. Namun hingga kini
belum ada penelitian yang dapat memberikan klaim tentang hubungan vaksinasi
tersebut dengan autisme.
Gejala autis sudah
dapat dikenali sejak tiga tahun pertama kehidupan seorang anak. Anak autis
biasanya mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Mereka kesulitan
mengekspresikan keinginan dan kebutuhan dasar mereka.
Mereka memiliki kontak
mata yang buruk pada orang maupun benda. Mereka menjadi terlalu fokus pada
topik atau benda-benda yang menarik bagi mereka. Emosi mereka labil, mudah
menangis dan marah tanpa alasan. Mereka sering melakukan gerak-gerakan tubuh
yang aneh tanpa mereka sadari. Mereka mengalami gangguan makan dan gangguan
tidur.
Apakah anak Anda gejala
di atas? Jangan sedih Bunda, segera bawa anak Anda ke dokter untuk mengetahui
diagnosa pastinya dan mendapatkan penanganan segera. Diagnosa autis bukanlah
akhir dari dunia. Mungkin ini adalah cobaan yang sangat berat bagi Anda, tapi
ingatlah sabda Rasullah, “Semua penyakit pasti ada obatnya,”
Bisakah autisme
disembuhkan? Apakah Anda mengenal ilmuwan dunia bernama Thomas Alfa Edison
penemu bola lampu? Beliau adalah penderita autisme. Di Indonesia, ada banyak
para penderita autis yang telah sembuh. Contohnya Muhammad
Valdi, mahasiswa Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Universitas Islam Negeri
Jakarta. Berkat terapi yang dilakukan secara intensif dan terpadu, serta
dukungan semua pihak, Valdi berhasil sembuh dari autis bahkan menorehkan
sejumlah pretasi dalam cabang olahraga renang.
Sementara, Rendy Ariesta kelahiran
Jakarta, 8 Oktober 1997 juga merupakan penderita autis yang berhasil sembuh
melalui terapi Aplied Behaviro Analisis (ABA). Rendy dapat menjalani kehidupan
normal sebagaimana pelajar lainnya dengan perolehan nilai yang bagus. Ia dapat
menjalani aktivitas secara mandiri seperti naik angkutan kota ke sekolah,
bergaul dengan teman sebaya dan mengembangkan hobi menyanyi, menulis lagu dan
bermain gitar.
Hal serupa juga dialami oleh Hasan Al
Faris Tanjung. Faris yang lahir pada 14 Juni 1998 itu berhasil sembuh dan sejak
sekolah dasar menempuh pendidikan di sekolah reguler Al Fikri Depok yang meraih
nilai rata-rata 8,8 pada ujian nasional SMP. Faris berhasil sembuh setelah
menjalani terapi ABA serta diet dan intervensi biomedis sejak usia 1,5 tahun.
Peristiwa-pertistiwa di
atas adalah bukti nyata bahwa autisme dapat disembuhkan. Bunda jangan galau
apabila si kecil didiagosa menderita autisme. Jangan merasa sedih hanya karena
sterotip dan cemoohan dari orang-orang yang tidak paham tentang autisme. Autisme
bukanlah sebuah aib.
Tidak ada seorang pun
anak di dunia ini yang ingin dilahirkan dengan kondisi autis. Sayangilah mereka
meskipun mereka berbeda. Berilah mereka dukungan semaksimal mungkin agar dapat
sembuh. Pandangan lama yang mengatakan autisme tidak dapat disembuhkan itu
sudah ketinggalan jaman.
Anak autis tidak bodoh.
Sebagian besar anak autis justru memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Hal ini
sering kali tak tampak karena mereka mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.
Saya memiliki seorang keponakan yang menderita autisme. Usianya baru lima tahun
namun dia sangat cerdas. Dia bisa membaca isi hati seseorang. Dia tahu mana
orang yang benar-benar perduli padanya dan mana orang yang hanya berpura-pura.
Bisakah anak autis
hidup mandiri? Faktanya meski anak autis sering anggap sebagai manusia kelas
dua yang tak berguna namun mereka dapat hidup mandiri. Dengan terapi perilaku
yang baik dan benar sedari kecil anak autis akan tumbuh menjadi pribadi yang
mandiri.
Bagaimanakan terapi
yang baik untuk anak autis? Ada berbagai macam terapi yang dapat berikan pada
anak autis. Misalnya terapi perilaku, terapi musik, diet dan food dairy, terapi wicara, terapi
okupasi, terapi medikamentosa dan lain sebagainya.
Beberapa waktu yang
lalu saya mendengar rumor tentang sebuah metode terapi anak autis di Jakarta
yang cukup mencengangkan dan tidak berperikemanusiaan. Anak autis di tempat
tersebut diikat dan mulutnya ditutup dengan lakban agar mereka menjadi anak
yang patuh. Orang tuanya membiarkan saja sebab tak mengerti bagaimana terapi
terhadap anak autis yang semestinya.
Saya mendengar isu
bahwa dalam dunia terapi autisme ada banyak mafia-mafia semacam ini. Tujuan mereka
mendirikan tempat terapi semata-mata demi finansial dan bukan sosial. Hanya dengan
sedikit ilmu yang mereka miliki mereka merasa pantas membuka tempat terapi
dengan tarif yang sangat tidak rasional. Mereka tak memiliki standar
operasional prosedur yang baik bahkan tak perduli apakah anak yang berada dalam
pengawasan mereka mengalami perkembangan atau tidak. Malangnya para orang tua
yang tidak paham dengan hal ini terjebak dan mengikuti terapi anjuran dari para
mafia tersebut.
Untuk itulah saya
merasa terketuk untuk menulis tentang hal ini. Saya dan keluarga ingin berbagi
pengalaman kami tentang bagaimana cara terapi untuk seorang anak autis yang
telah kami pelajari.
Itulah hasil renungan
saya tentg tiga halaman pertama buku nonfiksi pertama saya. Mohon bimbingannya
coach. ^^
Saya licik nih...
sebenarnya ini nggak sampai tiga halaman, tapi saya tambahi gambar wkwkwk....
KMO 06 kelompok 6, Pemateri Bu Ernawatililys


Informasinya kerenn....
BalasHapusTerima kasih ciani... ayo cpat kerjakn tgsmu
BalasHapus