Salah
satu dari tujuan penulis tentu adalah memuaskan pembaca. Yaitu bagaimana
agar setelah membaca buku kita si pembaca mulai baper dan merenungkan segala
amanat yang kita sampaikan, bukannya berniat melemparkan buku kita ke laut.
Lalu
bagaimana sebenarnya cara memuaskan pembaca? Apakah karakter harus kuat? Apakah
harus ada plot twist yang keren? Apakah
deskripsi setting yang detail? Apakah diksi yang mendayu-dayu? Ataukah klimaks
yang luar biasa? Jika Anda bertanya pada saya jawabannya adalah tidak ada.
Mengapa
bisa begitu? Sebaik apa pun suatu karya pasti ada saja kecacatan di dalamnya. Bahkan
penulis sekelas J.K Rowling pun belum tentu dapat memuaskan pembacanya. Pasti
ada saja satu atau dua orang pembaca yang merasa kurang puas.
Saya
sangat mengagumi Iliana Tan dengan Winter
in Tokyo-nya. Menurut saya, novel beliau sangat mengalir, deskripsinya
cukup detail serta penggalian karakternya juga cukup dalam. Namun saat saya
berkelana ke goodreads.com saya menemukan cukup banyak orang yang mencela
Illana. Bahkan ada yang mengatakan karya Illana itu pasaran, mudah ditebak,
seperti sinetron Indonesia dan bahkan memberi ratting satu! Saya pun juga pernah merasakan hal itu. Ada beberapa
buku yang dipuja-puji banyak orang, tapi ketika saya membacanya atas
rekomendasi mereka, menurut saya buku itu biasa saja.
Sebut saja Twilight Saga yang dicintai sejuta umat.
Menurut saya buku ini tak menarik. Saya pecinta thriller, saya berharap buku ini menampilkan adegan action thriller yang keren. Temanya tentang
vampir juga sangat keren. Namun setelah membaca buku ini saya kecewa. Buku ini
lebih banyak bermain di romance
dan itu tidak sesuai dengan harapan saya.
Sebenarnya
adegan action pada buku pertama Twilight itu ada, yaitu pada saat ada sepasang vampir yang mengincar Bella. Edwar pun bertarung untuk
menyelamatkan Bella. Namun adegan itu diskip begitu saja oleh penulisnya karena
Bella pingsan. (Terkutuk kamu Bella! Pingsan di saat yang tidak tepat!)
Hal yang sama
juga terjadi di buku empat. Saat Aro dan koleganya hendak bertarung dengan
keluarga Edward. Pertarungan tidak terjadi karena Aro telah melihat masa depan
melalui Alice bahwa dia akan mati jika pertempuran diteruskan. Untungnya untuk
filmnya dua adegan itu tadi tidak diskip sehingga saya bisa sedikit menikmati
filmnya.
Novel kedua
yang membuat saya kecewa adalah karya Sandra Brown, saya lupa judulnya. Ada teman
saya yang mengatakan “Jika kamu ingin menulis cerita romantis dengan baik, bacalah
Sandra Brown sebagai referensi.” Saya pun pergi ke Perpustakaan untuk memijam
salah satu buku Sandara Brown. Setelah selesai membacanya saya kecewa.
Sebenarnya bukan hanya Sandra Brown, hampir semua novel romance dari barat selalu membuat saya eneg. Saya juga sangat
terganggu dengan selipan pornografinya yang luar biasa. Sampai saya kadang
berpikir “Apa menurut orang barat romance
itu sama dengan seks?”
Masih banyak
novel-novel yang membuat saya kecewa entah karena klimaksnya yang datar-datar
saja, penggalian karakter kurang, terlalu banyak typo, endingnya yang tidak
sesuai harapan dan lain sebagainya. Dari itu saya sadar, bahwa tak ada karya
yang sempurna. Tak ada karya yang bisa seratus persen membuat pembaca puas. Semuanya
hanya soal selera, karena selera orang itu berbeda-beda.
Maka dari itu
wahai para penulis, terutama yang masih pemula seperti saya. Jangan sedih jika
menerima kritikan dari orang yang merasa kurang puas dengan naskah Anda. Jadikan
itu sebagai pelajaran untuk menciptakan karya yang lebih hebat lagi. Percayalah
bahwa usaha keras Anda dalam menulis pasti diapresiasi. Seperti kata Kak Rezky
Firmansyah “Menulislah dengan hati, maka akan sampai ke hati,”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar