Rabu, 11 Mei 2016

PRO dan KONTRA LGBT


Beberapa waktu yang lalu APA telah mengirimkan surat teguran pada PDSKJI karena PDSKJI masih meletakan LGBT pada diagnosis penyakit mental. Hal ini sempat menjadi trending topic di twitter dan saya juga sempat berdebat dengan seorang dokter (atau orang yang mengaku dokter) mengenai topic ini. Orang tersebut kelihatannya sangat pro pada Amerika, bahkan dia mengatakan tidak akan melayani twitt dari orang yang berdebat berdasarkan agama saja namun tidak membawa referensi ilmiah. Sangat sekuler sekali orang ini!
Saat itu saya lantas maju sambil membawa hasil penelitian Paul Cameron dari Family research yang mengatakan bahwa LGBT dapat disembuhkan. Anehnya, orang ini lantas mengatakan hasil penelitian yang saya ajukan hanya satu dan tidak dapat menang melawan hasil reset lain yang dicantumkan dalam surat APA.
Kenapa kesannya seperti suara terbanyak ya? Menurut saya, kebenaran tidak akan kehilangan eksistensinya meskipun hanya satu. Sebaliknya propaganda tidak akan berarti apa-apa meskipun banyak. Apalagi saya paham bahwa hasil penelitian itu sebenarnya sangat mudah dimanipulasi.
Saya merasa sangat takut pada propaganda ini. Bagaimana jika akhirnya nanti PDSKJI menuruti keinginan APA ini? Tentunnya hal ini akan merusak segala tatan nilai dan norma yang telah berlaku di Indonesia. Perlu diketahui Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi tiang agama. Ingatlah pada sila pertama Pancasila “Ketuhanan yang Maha Esa”, Indonesia sangat berbeda dengan negara seperti Amerika yang sebagian besar penduduknya Atheis.
Agama tidak bisa dipisahkan dari tatanan peri kehidupan bangsa Indonesia. Dan saya sangat yakin bahwa enam agama yang diakui di Indonesia ini pasti menolak kebenaran propaganda APA yang menyatakan bahwa LGBT adalah varian dari seks dan bukan penyakit mental.
Kita tahu bahwa tujuan menikah dan hubungan suami istri adalah untuk meneruskan garis keturunan. Kenikmatan seksual hanyalah bonusnya. Lalu mengapa lantas kita harus meniru gaya hidup para Atheis yang hanya sekedar mencari kepuasan seksual semata dan tidak mengindahkan norma agama?
Mungkin Anda merasa saya adalah seorang homofobik setelah membaca tulisan ini, namun ini adalah prinsip hidup saya dan saya benar-benar tidak dapat membenarkan perilaku homoseksual. Hasil penelitiannya Paul Cameron menyebutkan bahwa salah satu penyebab homoseksual berkembang dengan pesat adalah karena kondisi masyarakat yang seolah menerima hal tersebut. Bukankah sangat berbahaya jika tiba-tiba nanti Indonesia dipenuhi oleh orang-orang LGBT yang sekuler tadi.
Orang yang mengaku dokter di twitter itu tadi tidak lagi menjawab tweet saya. Dan kemarin, saya melihat dia menulis tweet tentang tips mempebesar organ vital pria. Hm... setelah melihat tweet tersebut, saya rasa saya tidak perlu bersilat lidah dengan orang semacam ini lagi, buang-buang waktu saja.
LBGT di Indonesia saat ini masih seperti outliers. Dalam statistika, outliers harus dihilangkan agar data berdistribusi normal. Saya bermimpi suatu saat Indonesia dapat meniru tindakan Rusia yang telah mengesahkan UU Anti LGBT. Saya juga berharap Bapak Presiden Jokowi dapat menjadi sekeren Vladimir Puttin yang berkata. “Sebaiknya negara lain tidak perlu ikut campur dalam urusan negara kami,”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar